DI HARI PENYELESAIAN KITA

             Tidak ada suara di keheningan petang ini, hanya air matamu. lalu angin membayangi nafasku dan menyelimuti tubuhmu. saat di udara yang dingin ini kau dan aku bersama-sama pula tangismu melebur menjadi satu, karena hari ini penyelesaian kita. kau dan aku yang berperan apakah hubungan kita akan berlanjut sampai kedalaman yang kita inginkan atau aku akan terbang ke negaraku esok pagi meninggalkanmu. isakmu itu, semakin tak kuasa aku berbicara padamu jika kau terlalu mengumbar air matamu. malam bersalju ini aku ajak kau ke bukit yang damai ini, di Hokkaido dengan saksi pertemuan pertama kita dulu sebuah sungai yang tenang di bahwah jembatan kayu yang saat ini berlapis salju. kau masih menangis dengan tenang, gunung yang terawang kehadirannya makin membisu tak terlihat jelas, hanya salju yang menambah duka kita. aku memandangmu lebih dalam dan mencoba merapatkan syalmu yang basah terkena tangismu. aku menunggumu berhenti menangis, 
           Aku menggandeng tanganmu yang terselimuti sarung tangan tebal berwarna merah marun, aku tahu hari ini sangat dingin. tubuhku pun terasa menggigil namun aku rasa hanya kau yang panas. ya hatimu selalu bergelora karena cinta kita. aku menggandengmu dan kini kau hanya menatapku dari samping dengan pandangan hampa. sepertinya kau tak rela melepas pandanganmu itu. aku tahu kau memandangku dengan mata dan perasaanmu. aku membawamu meleeati jembatan kayu berwarna coklat tua dan kita melewati semak dan perdu. pepohonan, taman-taman bunga, bebatuan, dan jalan setapak, kita melewati malam ini bagai dalam lukisan. di taman Tsukiyama ini kau dan aku pertama kali bertemu dan sekarang akan menetapkan apakah kau berani melanjutkan hubungan kita ini. sayang malam ini tidak bulan purnama.
          "kenapa harus dipertegas?tidak bisakah kita selamanya bersama?" katamu, 
lihat nafasmu, indah. kata yang keluar dari bibirmu yang tetap merah di musim salju yang membekukan tubuhku. embun keluar dari bibirmu menyertai kata itu, tak kusangka kau berani berucap aku kira hanya berani menangis. bahkan sampai detik ini aku tidak dapat konsen saat melihat wajahmu. wajahmu terlihat pucat saat musim salju. kau yang ingin tinggal di sini tapi aku akan terbang ke negaraku.
         "besok aku harus kembali." kataku menatap tajam matamu yang penuh dengan air namun tak tertahan disitu, tak bisa mengalir di pipimu, mungkin sudah lelah. 
         "kenapa? disini tidak ada yang mengusik hubungan kita. aku benci kembali" kau mengatakan itu dan berlari. terpaksa aku mengejarmu, bukan ini yang aku inginkan. aku tak ingin berlari-larian seperti anak kecil. aku menarik tanganmu dari belakang hingga kau jatuh didekapanku. tubuhmu seperti perempuan yang diinginkan banyak lelaki. pasti mereka bersusah payah menginginkanmu, aku beruntung. 
         "kenapa kau ingin membawaku pulang?" 
         "karena disanalah tanah kita, disini aku tak rela membiarkanmu kedinginan seperti ini sendiri" jelasku mendekapmu, terasa pakaian yang kau kenakan dan syal wol chunky yang kau kenakan menambah kehangatan kita saat ini. hati penuh dengan kegelisahan dan aku tahu itu. apalagi kau yang berhati selembut sutra, bahkan saat aku pusing karena pekerjaan, kau tersenyum di hadapanku dan aku tiba-tiba ingin menutup laptopku dan menghampirimu. ah... kau benar-benar sudah meracuniku. 
        "aku tidak mau, kita pasti salah jika kembali kesana. disana untuk kita tidak ada yang benar., kita selalu salah disana jangan pergi." kau memohon padaku. aku semakin tidak ingin melihat wajahmu, aku takut luluh.
        "sebenarnya seperti apa hubungan kita?" lirih aku berbisik padamu dalam dekapan kita, rambutmu begitu harum, seperti dulu. dan seperti dulu tak kurang satu persenpun aku tetap menykainya bahkan parahnya semakin bertambah.
         "jangan pertanyakan itu, aku tidak suka" suaramu mengenaskan malam ini seperti menggigil karena dingin atau karena kau takut. 
aku memandang wajahmu, tiba-tiba malam tak terasa dinginnya, gunung terasa hilang, rumput terasa mengering, dan kau berani mengecupkan bibirmu padaku. jantungku tadi tak seperti ini detaknya, kenapa aku harus merasa resah, kau bukan laki-laki tapi kau perempuan. aku berfikir panjang apakah aku gila atau yang semacamnya. apakah aku sungguh-sungguh atas perasaanku atau aku hanya bermain-main. tapi ini tak main-main. seperti dahulu aku berhasil membuatku luluh. maafkan aku, kau yang memulainya. aku menempatkan kedua tanganku kepipimu, aku ingin menciummu. kau yang memulainya tadi, kini aku tak memikirkan apapun. aku tidak memiliki siapapun. aku hanya memilikimu sekarang. 
       aku, sekali lagi datang ke tempat ini namun tak sampai selesai dengan hubungan ini, kau berhasil menahaanku kembali. seperti ini seterusnya. aku yang mengalah untukmu. bagaimana mungkin aku tega meninggalkanmu sendiri di negara yang dingin dan beku ini sendiri. baiklah, aku akan menetap lebih lama di  Minato-ku, kawasan yang banyak kenangan untuk kita, dikawasan Odaiba itu dekat dengan pelabuhan Tokyo, kita makan ice krim berdua dan mengobrol sampai sore, dan menjelajah ke stasiun Nishi Koyama menuju ke Stasiun Meguro hanya untuk menghabiskan waktu bersamamu. bahkan di  dekat jembatan pelangi kita sering dduduk-duduk seperti sepasang kekasih yang lain, melihat gunung fuji dari telecom center, kau sungguh cantik saat meminta padaku menemanimu melihat gunung fuji bersama. malam itu kita tidak berakhir sampai pada biang lala Ferris Wheel. itu sungguh indah dan terlalu indah untuk diulang bersama orang selain kau.sungguh tak mengapa, tidak ada kejelasan, tidak ada penyelesaian. hubungan kita tidak ada penjelasan, hanya waktu yang memperjelas semuanya.
        
vs primadani.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

My Life As A Zucchini

Secangkir Kopi Cherry

Kimi No Na Wa